BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Tegaskan PPh Pasal 21 DTP Wajib Dibayar Tunai ke Pegawai

Redaksi DDTCNews
Jumat, 31 Oktober 2025 | 07.00 WIB
Pemerintah Tegaskan PPh Pasal 21 DTP Wajib Dibayar Tunai ke Pegawai

JAKARTA, DDTCNews – Perusahaan di sektor pariwisata yang memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah harus memberikan insentif tersebut secara tunai kepada pegawainya. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (31/10/2025).

Sebagaimana diatur dalam PMK 72/2025, PPh Pasal 21 atas gaji pegawai pada sektor industri dan pariwisata yang tidak dipotong karena pemanfaatan fasilitas ditanggung pemerintah (DTP) harus dibayarkan secara tunai kepada pegawai bersangkutan.

Pembayaran secara tunai tersebut juga berlaku meski pemberi kerja memberikan fasilitas tunjangan PPh Pasal 21 ataupun menanggung PPh Pasal 21.

"PPh Pasal 21 DTP…merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada pegawai tertentu, termasuk dalam hal pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada pegawai," bunyi Pasal 5 ayat (1) PMK 72/2025.

Bagi pegawai, pembayaran tunai atas PPh Pasal 21 DTP yang diterima dari pemberi kerja dimaksud tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenai pajak.

Sebagai informasi, insentif PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pegawai di industri alas kaki, tekstil, pakaian jadi, furnitur, kulit, dan barang dari kulit sejak awal 2025. Khusus untuk pegawai pada sektor pariwisata, insentif mulai berlaku pada Oktober 2025.

Pegawai tetap pada sektor-sektor di atas bisa memperoleh insentif PPh Pasal 21 bila NIK-nya sudah terintegrasi dengan sistem DJP serta memiliki penghasilan bruto tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10 juta pada masa pajak Januari 2025.

Sementara itu, pegawai tidak tetap bisa memperoleh fasilitas PPh Pasal 21 DTP jika NIK-nya sudah terintegrasi dengan sistem DJP dan memiliki upah harian tidak lebih dari Rp500.000. Batasan upah harian ini berlaku apabila pegawai tidak tetap menerima upah secara harian, mingguan, satuan, atau borongan.

Jika pegawai tidak tetap menerima upah secara bulanan maka pegawai dimaksud bisa memperoleh fasilitas PPh Pasal 21 DTP bila upahnya tak melebihi Rp10 juta per bulan.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai penolakan uji materiil terkait dengan ketentuan pajak atas pensiun. Kemudian, ada juga bahasan penyusunan RPMK perihal akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Ada PPh 21 DTP, Airlangga Harapkan Daya Beli Pegawai Meningkat

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berharap perluasan cakupan sektor yang memanfaatkan PPh Pasal 21 DTP mampu mendorong daya beli masyarakat.

Dia menjelaskan perluasan cakupan PPh Pasal 21 DTP menjadi salah satu stimulus yang diberikan pemerintah pada akhir tahun. Pemberian insentif ini berpotensi menambah besaran penghasilan/gaji bersih (take home pay) yang diterima karyawan.

"Tentunya program itu untuk meningkatkan daya beli karena pajaknya 'kan ditanggung oleh pemerintah. Jadi itu sekitar Rp400.000 sampai Rp600.000 per bulan," katanya. (DDTCNews)

MK Tolak Uji Materiil Ketentuan Pajak atas Pensiun

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil yang diajukan atas ketentuan pajak atas pensiun dalam UU PPh s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan pemohon dalam Permohonan Nomor 170/PUU-XXIII/2025 tidak mampu menyusun permohonan dengan cermat.

"Hal tersebut terlihat dari adanya ketidakkonsistenan dan kekeliruan dalam penyebutan norma undang-undang yang dimohonkan untuk diuji," kata Arsul Sani dalam sidang pengucapan putusan. (DDTCNews)

Jenis Rekening yang Bisa Dilihat DJP Diperluas

DJP tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) yang akan menggantikan PMK 70/PMK.03/2017 s.t.d.t.d PMK 47/2024 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Penggantian peraturan dilakukan untuk menyelaraskan dengan Amendments to the Common Reporting Standard OECD (disebut juga Amended CRS). Sehubungan dengan pergantian peraturan itu, DJP pun mengumumkan pokok pengaturan baru melalui Pengumuman No. PENG-3/PJ/2025.

Berdasarkan PENG-3/PJ/2025, ada 4 pokok pengaturan baru. Salah satunya ialah penambahan cakupan rekening keuangan yang dilaporkan, meliputi: produk uang elektronik tertentu dan mata uang digital bank sentral. (DDTCNews/Kontan)

Indonesia Lanjutkan Negosiasi Tarif Bea Masuk dengan AS

Menko Perekonomian Airlangga mengatakan Indonesia bersiap untuk melanjutkan negosiasi dengan AS terkait dengan tarif bea masuk yang dikenakan kepada Indonesia sebesar 19%. Indonesia berharap tarifnya bisa menjadi 0%.

“Indonesia ditargetkan dalam November ini, setelah APEC meeting, kami akan memulai negosiasi kembali,” katanya.

Airlangga menyebut sejumlah negara lain seperti Malaysia, Kamboja, Korea Selatan, Jepang hingga China juga sedang melakukan pembahasan serupa dengan AS. (Kontan)

Pikat Investor, Pemerintah Permudah Izin hingga Suntik Insentif Pajak

Pemerintah mengeklaim sudah memberikan kemudahan perizinan dan menyuntik insentif pajak demi mewujudkan iklim investasi yang baik dan kompetitif di Indonesia.

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu mengatakan kemudahan perizinan dan insentif pajak menjadi aspek penting bagi dunia usaha. Namun, dia mengaku tata laksana perizinan usaha memang masih menjadi tantangan sehingga perlu terus dibenahi.

"Kompetitif dan keberlanjutan memang jadi kunci utama. Kami melihat sebenarnya di negara kita ini semua sudah kita kasih. Pertama, tantangan pembenahan perizinan ini yang sedang masif kita kerjakan," ujarnya. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.