JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah masih menyiapkan regulasi mengenai perpanjangan jangka waktu pemberlakuan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5% khusus bagi wajib pajak orang pribadi. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan utama media nasional pada hari ini, Kamis (30/10/2025).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan perpanjangan jangka waktu pemberlakuan PPh final UMKM ini termasuk dalam program unggulan pemerintah yang berlanjut pada tahun depan.
"Terkait dengan program-program yang dilanjutkan di tahun 2026 ini relatif regulasinya sudah disiapkan, seperti PPh final untuk UMKM sampai 2027," katanya.
Airlangga menyampaikan hal tersebut usai rapat selama 3 jam dengan Presiden Prabowo Subianto, kemarin. Dalam rapat ini dibahas mengenai perkembangan ekonomi terkini serta kelanjutan program unggulan pemerintah.
Sejak awal 2025, pemerintah telah mengumumkan rencana perpanjangan jangka waktu pemberlakuan PPh final UMKM untuk wajib pajak orang pribadi. Perpanjangan masa berlaku skema PPh final UMKM ini ditargetkan bisa meringankan beban pajak UMKM dan menyederhanakan kewajiban administrasi wajib pajak.
Airlangga bahkan sempat menyatakan perpanjangan jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM khusus wajib pajak orang pribadi diberikan hingga 2029. Kabar terakhir, Prabowo telah memberikan izin prakarsa penyusunan revisi PP 55/2022.
Sebagai informasi, PP 55/2022 mengatur bahwa skema PPh final UMKM bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar untuk jangka waktu maksimal 7 tahun pajak sejak wajib pajak terdaftar.
Bila wajib pajak orang pribadi sudah memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak diberlakukannya PP 23/2018 pada tahun pajak 2018, wajib pajak tersebut bisa memanfaatkan skema PPh final UMKM hingga tahun pajak 2018.
Dengan demikian, jika tidak ada revisi atas PP 55/2022, wajib pajak orang pribadi UMKM yang memanfaatkan skema PPh final UMKM sejak 2018 harus melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan umum mulai tahun pajak 2025.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan tentang perluasan cakupan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor pariwisata. Setelahnya, ada pembahasan soal Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang ingin membidik potensi penerimaan negara dari sektor kehutanan.
Melalui PMK 72/2025, Kementerian Keuangan telah memerinci bidang industri pariwisata yang bisa turut memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP.
Daftar bidang industri pariwisata tersebut tercantum dalam lampiran A PMK 72/2025. Berdasarkan lampiran A PMK 72/2025, bidang industri yang dapat memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP juga mencakup hotel, klub malam, karaoke, diskotek, dan rumah pijat.
"Pemberi kerja dengan kriteria tertentu ... harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: b. memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini," bunyi Pasal 3 ayat (1) huruf b PMK 72/2025. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) terus memperkuat kualitas layanan perpajakan serta membangun etos kerja, serta mentalitas positif di lingkungan kerja.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto berpesan kepada seluruh pegawai pajak untuk menjaga integritas, profesionalisme, dan semangat melayani publik. Menurutnya, setiap pegawai berperan penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan berorientasi pada kepuasan wajib pajak.
"Kualitas pelayanan pajak tidak hanya diukur dari kecepatan proses, tetapi juga dari ketulusan dan integritas dalam membantu wajib pajak. Setiap interaksi adalah cerminan nilai-nilai yang kita pegang sebagai abdi negara," katanya. (DDTCNews)
Purbaya berencana mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor kehutanan.
Purbaya mengatakan potensi penerimaan dari tersebut mencapai ratusan triliun rupiah. Menurutnya, penerimaan negara dari sektor kehutanan bakal meningkat seiring dengan perbaikan tata kelola yang dijalankan pemerintah.
"Potensi income-nya sangat besar. Besar sekali, bisa ratusan triliun kalau dijalankan dengan baik. Nanti sedang kita kembangkan, jadi saya tidak mau menghitung ngomong sembarangan. Masih dihitung dengan lebih detail," katanya. (DDTCNews, Kontan)
Purbaya mengeklaim tidak memiliki rencana untuk meningkatkan defisit anggaran menjadi di atas 3% dari PDB.
Purbaya mengatakan dirinya baru akan menimbang ulang besaran maksimal defisit anggaran bila perekonomian nasional mampu bertumbuh sebesar 7%.
"Nanti kalau kita sudah 7%, kita pertambingkan perlu enggak mengurangi utangnya atau kita tambahin utangnya untuk menembus 8% [pertumbuhan ekonomi]," ujar Purbaya. (DDTCNews)
Pembebasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG) atas rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tercatat sudah berlaku di semua daerah.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengatakan pelaksanaan kebijakan pembebasan tersebut terus dipantau oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Itu juga sudah gratis, itu berjalan, dan dimonitor, dibantu oleh Bapak Mendagri [Tito Karnavian]. Jadi para bupati, wali kota juga menjalankan itu, dan sudah dijalankan itu," katanya. (DDTCNews) (dik)
