JAKARTA, DDTCNews – Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.43/2025, pemerintah mengharmonisasikan dan memperketat ketentuan seputar penyusunan dan penyampaian laporan keuangan.
Ketentuan tersebut tidak hanya perihal penyelenggaraan platform bersama pelaporan keuangan (PBPK) dan pembentukan standar laporan keuangan yang independen. Lebih luas dari itu, PP 43/2025 juga mengatur ketentuan mengenai pihak yang dapat menyusun laporan keuangan.
“Selain penyelenggaraan PBPK dan pembentukan standard setter yang independen, pengaturan mengenai kewajiban penyusunan laporan keuangan oleh pihak penyusun yang memiliki kompetensi dan integritas juga merupakan hal yang tidak kalah penting,” bunyi memori penjelasan PP 43/2025, dikutip pada Sabtu (25/10/2025).
Berdasarkan Pasal 5 PP 43/2025, pihak yang dapat menyusun laporan keuangan dapat dibagi menjadi 2 golongan.
Pertama, penyusun yang memiliki kompetensi dan berintegritas. Dalam konteks ini, penyusun laporan keuangan bisa merupakan pegawai atau karyawan pelapor sepanjang memenuhi kriteria dan persyaratan.
Misal, PT A adalah suatu perusahaan publik yang terdaftar di pasar modal. Secara rutin, PT A melakukan pembukuan dan menyusun laporan keuangan untuk berbagai kepentingan. Untuk meningkatkan kualitas dan integritas dalam penyusunan, PT A harus memastikan bahwa pegawai atau karyawan yang ditugaskan untuk menyusun laporan keuangan memiliki kompetensi yang sesuai.
Guna memastikan hal tersebut, PT A dapat melakukan due diligence terhadap karyawan atau pegawai yang akan ditugaskan. Hal itu di antaranya dilakukan dengan memastikan pegawai tersebut memiliki riwayat pendidikan, sertifikasi dan/atau keahlian, serta rekam jejak yang baik.
Apabila pelapor merupakan orang perorangan maka penyusunan laporan keuangan juga bisa dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Pelapor bisa menyusun laporan keuangannya sendiri sepanjang memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi yang harus dimiliki penyusun laporan keuangan akan ditetapkan oleh kementerian, lembaga, dan/atau otoritas yang memiliki kewenangan atau kepentingan terhadap laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan penjelasan Pasal 5 ayat (3) PP 43/2025, kompetensi tersebut dibuktikan antara lain dengan ijazah pendidikan formal, sertifikat keahlian/profesional di bidang akuntansi, atau piagam akuntan beregister.
Penjelasan Pasal 5 ayat (3) PP 43/2025 juga menekankan penetapan jenis kompetensi harus memperhatikan skala atau ukuran usaha, jenis industri, dan kemampuan dari pelapor yang menjadi kewenangan masing-masing kementerian, lembaga, dan/atau otoritas.
Misal, kompetensi yang harus dimiliki oleh pelapor yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN), yaitu kompetensi di bidang akuntansi yang dibuktikan dengan piagam register negara akuntan yang diselenggarakan oleh menteri keuangan.
Kedua, profesi penunjang sektor keuangan. Dalam konteks ini, penyusunan laporan keuangan dapat dilakukan oleh pofesi penunjang sektor keuangan, yaitu: (i) akuntan berpraktik; atau (ii) akuntan publik. Dalam konteks ini maka akuntan berpraktik atau akuntan publik harus bertanggung jawab atas jasa yang diberikan.
Akuntan berpraktik dan akuntan publik yang dimaksud berarti yang telah memperoleh izin profesi dari menteri keuangan dan/atau telah terdaftar pada masing-masing kementerian, lembaga, dan/atau otoritas yang mewajibkan adanya pendaftaran untuk dapat memberikan jasa.
Sebagai informasi, penyusun laporan keuangan tersebut menyusun laporan keuangan untuk pelapor. Pelapor dalam konteks ini berarti: (i) pelaku usaha sektor keuangan; dan (ii) pihak yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan yang merupakan pemilik laporan keuangan.
Pelapor yang merupakan pelaku usaha sektor keuangan, terdiri atas:
Sementara itu, pelapor yang merupakan pihak yang melakukan interaksi bisnis dengan sektor keuangan, terdiri atas:
