KAMUS PAJAK

Apa Itu Audit Plan?

Redaksi DDTCNews
Rabu, 05 November 2025 | 14.15 WIB
Apa Itu Audit Plan?
<p>Ilustrasi.</p>

SEJAK 1984, Indonesia telah beralih ke sistem perpajakan yang disebut self assessment system. Diberlakukannya skema ini bertujuan meningkatkan kepatuhan pajak dan efisiensi dalam administrasi perpajakan. Namun, dalam pelaksanaannya, self assessment system masih memberikan celah pelanggaran bagi wajib pajak.

Mengapa masih ada celah pelanggaran? Alasannya, self assessment system pada dasarnya memberikan memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak terutang. Artinya, patuh tidaknya wajib pajak bergantung pada komitmennya masing-masing.

Nah, guna memastikan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut, Ditjen Pajak (DJP) punya 'alat uji' berupa kegiatan pemeriksaan.

Berdasarkan PMK 15/2025, pemeriksaan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional. Pelaksanaan pemeriksaan mengacu pada suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sebelum melakukan pemeriksaan, terdapat langkah yang perlu dilakukan sebagai standar pelaksanaan pemeriksaan. Sesuai dengan Pasal 4 huruf a PER-23/PJ/2013, pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik.

Persiapan tersebut sedikitnya mencakup 3 kegiatan, yakni mengumpulkan dan mempelajari data wajib pajak, menyusun rencana pemeriksaan (audit plan) dan program pemeriksaan (audit program), serta menjalankan pengawasan secara saksama.

Sesuai dengan penjelasan di atas, salah satu langkah penting dalam persiapan pelaksanaan pemeriksaan adalah penyusunan audit plan. Lantas, apa itu rencana pemeriksaan atau audit plan?

Berdasarkan PER-23/PJ/2013, audit plan diartikan sebagai rencana kerja pemeriksaan yang disusun oleh supervisor dan harus ditelaah, serta mendapat persetujuan dari Kepala UP2 (Unit Pelaksana Pemeriksaan). Penyusunan audit plan dilakukan berdasarkan identifikasi masalah atas data wajib pajak yang telah dikumpulkan dan dipelajari.

Sebagai informasi, supervisor adalah pemeriksa pajak yang bertugas membuat audit plan tersebut.

Dalam penyusunannya, audit plan harus memuat beberapa informasi. Pertama, identitas wajib pajak yang memuat gambaran umum mengenai wajib pajak.

Kedua, identitas tim pemeriksa pajak yang memuat susunan tim dan jumlah SP2 yang sedang dikerjakan oleh tim pajak bersangkutan.

Ketiga, uraian rencana pemeriksaan yang memuat informasi identifikasi masalah, perkiraan tanggal selesai pemeriksaan, dan pos-pos yang akan diperiksa.

Perlu diketahui, SP2 merupakan akronim dari Surat Perintah Pemeriksaan. Berdasarkan Pasal 1 PMK 7/2025, SP2 adalah surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangan-perundangan perpajakan.

Jika terdapat perbedaan kondisi antara pemeriksaan terhadap wajib pajak dan kondisi awal pertimbangan saat pembuatan rencana pemeriksaan, dapat dilakukan perubahan. Perubahan ini dapat disetujui atau ditolak berdasarkan keputusan Kepala UP2 dan memperhatikan jangka waktu pemeriksaan.

Jangka waktu pemeriksaan meliputi jangka waktu pengujian serta jangka waktu pembahasan akhir pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) PMK 15/2025.

Jangka waktu pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan terbagi menjadi 2, yaitu: (i) jangka waktu pengujian; dan (ii) jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) serta pelaporan. Adapun jangka waktu pengujian bervariasi tergantung pada 3 tipe pemeriksaan.

Pertama, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan lengkap adalah maksimal 5 bulan. Kedua, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan terfokus adalah maksimal 3 bulan. Ketiga, jangka waktu pengujian untuk pemeriksaan spesifik adalah maksimal 1 bulan.

Jangka waktu pengujian tersebut dihitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak.

Setelah pengujian selesai dan SPHP telah disampaikan, DJP akan melaksanakan PAHP dengan wajib pajak dan kemudian melaporkan hasilnya. Jangka waktu PAHP dan pelaporan tersebut dilakukan maksimal 30 hari kerja sejak tanggal SPHP disampaikan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Namun, jangka waktu pengujian dan PAHP tersebut dikecualikan terhadap pemeriksaan spesifik yang dilakukan dalam rangka penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN. Adapun pemeriksaan spesifik yang untuk penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN dilakukan dalam jangka waktu berikut:

  1. Pengujian maksimal 10 hari kerja; dan
  2. PAHP dan pelaporan maksimal 10 hari kerja.

Selain itu, jangka waktu pengujian juga bisa diperpanjang maksimal selama 4 bulan apabila pemeriksaan dilakukan terhadap: (i) wajib pajak dalam satu grup; dan (ii) wajib pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang terindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan. Baca Update 2025, Apa Itu Pemeriksaan Pajak? (Yana Yosiyana/sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.