KEBIJAKAN PAJAK

Bertemu Prabowo, Buruh Minta Hapus Pajak THR hingga Kenaikan PTKP

Redaksi DDTCNews
Selasa, 02 September 2025 | 09.30 WIB
Bertemu Prabowo, Buruh Minta Hapus Pajak THR hingga Kenaikan PTKP
<p>Ilustrasi.&nbsp;Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melakukan orasi saat unjuk rasa buruh di depan kawasan Patung Arjunawiwaha atau Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020).&nbsp;(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj)</p>

JAKARTA, DDTCNews - Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmennya untuk melanjutkan agenda reformasi pajak saat bertemu dengan perwakilan serikat pekerja dalam audiensi di Istana Kepresidenan, kemarin.

Berdasarkan masukan buruh, reformasi pajak antara lain akan mencakup penghapusan pajak atas penghasilan berupa tunjangan hari raya (THR) serta pencairan pesangon, manfaat pensiun, atau jaminan hari tua (JHT) yang dibayarkan sekaligus.

"Sudah tahu kita THR habis ongkos, masih dipajakin. Pesangon kita kan enggak punya duit, dipajakin. Tabungan kita di Jamsostek JHT, dipajakin. Nah, kami mengusulkan pajak-pajak THR, pajak pesangon, pajak JHT dihapus," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, dikutip pada Selasa (2/9/2025).

Selain itu, Said menyebut para buruh juga meminta kenaikan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari saat ini Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan menjadi 90 juta per tahun atau Rp7,5 juta per bulan.

Menurutnya, Prabowo menyambut baik semua usulan yang disampaikan para buruh. Pertemuan juga berlangsung cair sehingga semua pihak dapat menyampaikan aspirasinya.

Said pun mengaku bisa memahami apabila nantinya Prabowo memerlukan waktu untuk merealisasikan semua usulan buruh, termasuk soal reformasi pajak.

"Sekali lagi ada yang bisa cepat, ada yang tidak bisa cepat berproses. Terutama rancangan undang-undang," ujarnya.

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU PPh, penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Selanjutnya, pada Pasal 21 ayat (1) huruf 1 disebutkan bahwa pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Hal ini sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan pegawai atau bukan pegawai.

Melalui PMK 168/2023, kemudian diatur bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima pegawai tetap baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

Penghasilan yang bersifat teratur dan tidak teratur tersebut mencakup gaji, tunjangan lainnya, uang lembur, bonus, THR, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, penghasilan tidak teratur lainnya, pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian oleh pemberi kerja, hingga pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja.

Selain itu, PP 68/2009 mengatur atas pesangon, manfaat pensiun, atau JHT yang dibayarkan sekaligus juga dipotong PPh Pasal 21.

Tarif PPh Pasal 21 final atas pesangon adalah sebesar 0% untuk penghasilan bruto hingga Rp50 juta, 5% untuk penghasilan bruto di atas Rp50 juta hingga Rp100 juta, 15% untuk penghasilan bruto di atas Rp100 juta hingga Rp500 juta, dan 25% untuk penghasilan bruto di atas Rp500 juta.

Adapun PPh Pasal 21 final untuk manfaat pensiun dan JHT berdasarkan PP 58/2023 adalah sebesar 0% untuk penghasilan bruto sampai dengan Rp50 juta dan 5% untuk penghasilan bruto di atas Rp50 juta. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.