JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Bimo Wijayanto sudah memecat sebanyak 39 orang pegawai pajak yang melakukan penyelewengan seperti fraud dan menerima uang suap. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (17/10/2025).
Pada pekan lalu, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan bahkan bergerak melaksanakan aksi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 2 orang pegawai DJP.
"Dengan sangat menyesal, baru 4 bulan [menjabat] saya sudah harus memecat 39 orang. Kemarin saat Rapimnas, semua saya undang ke Jakarta, eh terpaksa kami OTT 2 orang," kata Bimo saat penyerahan piagam wajib pajak (taxpayers charter) di Kanwil Jakarta Barat.
Bimo menjelaskan 2 orang yang kena OTT tersebut ketahuan menerima uang suap dari wajib pajak. Hal itu menunjukkan masih ada pegawai DJP yang tetap bandel, serta melanggar regulasi dan kode etik yang telah ditetapkan.
"Saat pimpinannya sedang Rapimnas di Jakarta minggu lalu, dikira enggak ada yang ngontrol di seluruh Indonesia. Inspektorat kami meng-OTT 2 orang yang transaksi, menerima uang suap dari wajib pajak," tuturnya.
Sejalan dengan temuan itu, Bimo akan terus melanjutkan kegiatan 'bersih-bersih' instansi dengan cara memecat pegawai yang menyeleweng. Dia juga memperingatkan kembali kepada pegawai pajak dan wajib pajak untuk semestinya mengedepankan integritas dalam bekerja.
Dia menuturkan otoritas pajak ke depannya akan terus berbenah diri untuk memberikan pelayanan yang transparan dan akuntabel. Secara bersamaan, reformasi regulasi pajak tetap berlanjut.
Reformasi ini bertujuan menciptakan rasa berkeadilan serta memberikan simplifikasi kepada wajib pajak dan fiskus. Reformasi ini juga untuk mengakomodasi kebutuhan perpajakan sejalan dengan perkembangan ekonomi, digitalisasi, dan globalisasi.
"Kita harus selalu menjaga integritas dan kejujuran, baik soal pelaporan pajak maupun pelayanan publik. Kami akan mendorong terus inovasi dan kolaborasi supaya sistem perpajakan kita semakin relevan dan adaptif terhadap perubahan zaman," ujar Bimo.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai evaluasi kebijakan pajak terkait dengan tarif efektif rata-rata (TER) PPh Pasal 21. Lalu, ada juga bahasan perihal family office, evaluasi insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah, pungutan baru atas ekspor biji kakao, dan lain sebagainya.
Sejalan dengan upaya ‘bersih-bersih’ dari dirjen pajak, masyarakat juga kini bisa mengadukan petugas pajak, serta petugas bea dan cukai ke saluran Whatsapp khusus yang dibuka oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Masyarakat yang dihadapkan oleh kendala terkait dengan pajak ataupun kepabeanan dan cukai bisa menyampaikan aduan ke 'Lapor Pak Purbaya' melalui nomor 0822-4040-6600. Adapun saluran ini dibuka untuk memperkuat integritas dan transparansi.
"Masyarakat dapat menyampaikan laporan dengan mencantumkan nama lengkap dan alamat email," tulis Purbaya melalui akun media sosial. (DDTCNews)
DJP bersama Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan tengah melakukan evaluasi atas efektivitas kebijakan tarif efektif rata-rata (TER) sebagai mekanisme untuk menghitung pemotongan PPh Pasal 21.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan kebijakan pemotongan pajak menggunakan TER sudah berjalan lebih dari 1,5 tahun. Oleh karena itu, otoritas pajak saat ini sedang mendalami sekaligus melakukan evaluasi kebijakan.
"Kebijakan TER untuk PPh Pasal 21 memang sedang dievaluasi efektifitasnya, tentu ini dalam prosesnya tidak hanya dilakukan oleh saya sendiri," katanya. (DDTCNews)
Usulan pembentukan family office terus digulirkan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Menurutnya, usulan tersebut sebagai langkah menarik investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Luhut juga menegaskan bahwa pembentukan family office tersebut tidak akan menelan dana APBN. “Family office itu enggak ada urusan dengan APBN,” tegasnya.
Menurut Luhut, family office akan memfasilitasi investor individu besar (high net worth individuals), baik lokal maupun asing, agar mau menempatkan dananya di Indonesia. Skema tersebut akan dijalan dengan memberikan insentif pajak nol persen pada tahap awal. (Kontan/Bisnis Indonesia)
DJP tengah mengevaluasi skema insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) yang selama ini diberikan khusus untuk para pegawai pada sektor tertentu.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan PPh Pasal 21 DTP seyogianya bisa meningkatkan belanja pegawai yang dikeluarkan oleh pemberi kerja serta mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Sedang dievaluasi khususnya juga untuk melihat dampak dari PPh Pasal 21 DTP itu benar-benar menggerakkan belanja pegawai, mempertahankan pegawai supaya tidak di-lay off, mendorong produktivitas atau tidak," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merilis peraturan baru yang mengatur tarif layanan dari Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan. Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69/2025.
Tarif pungutan dana perkebunan atas ekspor biji kakao belum diatur dalam peraturan terdahulu, yaitu PMK 30/2025. Untuk itu, PMK 30/2025 dicabut dan digantikan dengan PMK 69/2025 dalam rangka mengakomodasi tarif layanan ekspor biji kakao.
“PMK 30/2025 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan pada Kemenkeu belum mengatur mengenai tarif pungutan dana perkebunan atas ekspor biji kakao, sehingga perlu dilakukan penggantian,” bunyi pertimbangan PMK 69/2025. (DDTCNews)
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk berhenti mengomentari kementerian lain.
Menurut Misbakhun, Purbaya masih perlu memperbaiki komunikasi politik dan membangun tim ekonomi yang solid.
"Pak Purbaya harus berhenti terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian lain. Fokuslah pada desain ekonomi besar yang ingin dia bangun untuk mendukung visi Presiden [Prabowo Subianto]," ujarnya. (DDTCNews)