CUKAI merupakan suatu pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu. Undang-Undang Cukai menetapkan 4 sifat atau karakteristik tertentu dari barang yang kena cukai (BKC).
Pertama, konsumsinya perlu dikendalikan. Kedua, peredarannya perlu diawasi. Ketiga, pemakaiannya bisa menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Keempat, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Saat ini, terdapat 3 barang yang termasuk dalam BKC di Indonesia, yaitu: (i) etil alkohol atau etanol; (ii) minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) dalam kadar berapa pun, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; dan (iii) hasil tembakau.
Sebagai barang yang perlu diawasi peredarannya, terdapat serangkaian proses pengawasan terhadap BKC. Proses pengawasan tersebut di antaranya melibatkan berbagai dokumen cukai. Selain CK-1, CK-1A, CK-1C, CK-3, CK-4, ada pula dokumen yang disebut CK-5. Lantas, apa itu CK-5?
Perincian ketentuan mengenai dokumen CK-5 di antaranya tercantum dalam Perdirjen Bea dan Cukai No. PER-13/BC/2023 tentang Tata Cara Penimbunan, Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan Barang Kena Cukai (PER-13/BC/2023).
Merujuk pada PER-13/BC/2023, CK-5 merupakan kode dokumen yang biasa digunakan untuk menyebut dokumen pemberitahuan mutasi BKC (PMBKC). Berdasarkan definisi tersebut, CK-5 pada dasarnya digunakan sebagai dokumen untuk memberitahukan adanya mutasi BKC, yaitu pemasukan, pengeluaran, atau pengangkutan BKC.
Secara lebih terperinci, setidaknya ada 6 kondisi yang membuat pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir harus memberitahukan/melampirkan CK-5. Pertama, setiap pemasukan BKC ke pabrik atau tempat penyimpanan baik yang belum dilunasi maupun yang sudah dilunasi cukainya.
Kedua, setiap pengeluaran BKC dari pabrik atau tempat penyimpanan baik yang belum dilunasi maupun yang sudah dilunasi cukainya. Ketiga, pengeluaran BKC asal impor dari kawasan pabean di pelabuhan pemasukan.
Namun, kewajiban memberitahukan atau melampirkan CK-5 dikecualikan apabila BKC yang dikeluarkan merupakan hasil tembakau yang sudah dilunasi cukainya. Selain itu, kewajiban pemberitahuan/pelampiran CK-5 juga dikecualikan dalam keadaan darurat.
Misal, apabila terjadi kebakaran, banjir, atau bencana lainnya. Dalam keadaan darurat tersebut, BKC yang belum dilunasi cukainya yang berada di dalam pabrik atau tempat penyimpanan dapat dikeluarkan atau dipindahkan tanpa dilindungi dokumen CK-5.
Keempat, pengangkutan BKC yang belum dilunasi cukainya. Hal ini berlaku atas BKC dalam keadaan: (i) dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran; (ii) curah; atau (iii) dikemas dalam kemasan bukan untuk penjualan eceran.
Kelima, pengangkutan BKC berupa etil alkohol atau minuman mengandung etil alkohol yang sudah dilunasi cukainya. Keenam, pengangkutan BKC yang sudah dilunasi cukainya untuk dimusnahkan atau diolah kembali.
Ringkasnya, CK-5 merupakan dokumen yang berfungsi sebagai pemberitahuan pemasukan, pemberitahuan pengeluaran, dan pelindung pengangkutan BKC dalam kegiatan-kegiatan tertentu. PER-13/BC/2023 juga telah melampirkan contoh format dan tata cara pengisian dokumen CK-5.
Adapun pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir, harus menyampaikan CK-5 secara elektronik. Selain PER-13/BC/2023, perincian ketentuan mengenai CK-5 dapat disimak dalam Undang-Undang Cukai, PMK 226/2014, dan PMK 131/2018.
