BERITA PAJAK HARI INI

Ini 6 Kriteria PKP yang Bisa Diblokir Akses Buat Fakturnya

Redaksi DDTCNews
Senin, 03 November 2025 | 07.30 WIB
Ini 6 Kriteria PKP yang Bisa Diblokir Akses Buat Fakturnya
<table style="width:100%"> <tbody> <tr> <td> <p>Ilustrasi.</p> </td> </tr> </tbody> </table>

JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Bimo Wijayanto meneken peraturan baru yang mengatur penonaktifan akses pembuatan faktur pajak, yakni Peraturan Dirjen (Perdirjen) Pajak No. PER-19/PJ/2025. Topik tersebut menjadi salah satu pembahasan utama media nasional pada hari ini, Senin (3/11/2025).

PER-19/PJ/2025 memerinci ketentuan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak terhadap pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan. Sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) huruf b PMK 81/2024, penonaktifan akses pembuatan faktur itu menjadi wewenang dirjen pajak.

"Dirjen pajak berwenang untuk menonaktifkan akses pembuatan faktur pajak terhadap PKP yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sesuai dengan kriteria tertentu," bunyi Pasal 2 ayat (1) PER-19/PJ/2025.

Melalui PER-19/PJ/2025, dirjen pajak menetapkan 6 kriteria tertentu yang membuat PKP dilakukan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak.

Pertama, tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagai pemotong atau pemungut pajak secara berturut-turut dalam 3 bulan.

Kedua, tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya. Ketiga, tidak menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah menjadi kewajibannya berturut-turut selama 3 bulan.

Keempat, tidak menyampaikan SPT Masa PPN yang telah menjadi kewajibannya untuk 6 masa pajak dalam periode 1 tahun kalender. Kelima, tidak melaporkan bukti potong atau bukti pungut untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut yang telah dibuat berturut-turut selama 3 bulan.

Keenam, memiliki tunggakan pajak yang telah diterbitkan surat teguran dan selain yang telah memiliki surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak yang masih berlaku, paling sedikit senilai:

  • Rp250 juta untuk wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama; atau
  • Rp1 miliar untuk wajib pajak yang terdaftar selain di KPP Pratama.

Kriteria tersebut bisa bersifat akumulasi atau salah satunya. Dengan demikian, PKP bisa dilakukan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak apabila memenuhi salah satu atau sejumlah kriteria tersebut.

PER-19/PJ/2025 juga mengatur pemberian kesempatan klarifikasi bagi PKP yang akses pembuatan faktur pajaknya dinonaktifkan. Klarifikasi tersebut disampaikan secara tertulis melalui surat kepada kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar.

Klasifikasi tersebut dapat dibuat sesuai dengan contoh format yang tercantum dalam Lampiran PER-19/PJ/2025. Adapun PER-19/PJ/2025 mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu 22 Oktober 2025.

Selain topik tersebut, terdapat ulasan tentang rencana pemerintah menerapkan PPh final UMKM sebesar 0,5% tanpa batas waktu. Setelahnya, ada pembahasan soal wajib pajak yang perlu menyiapkan passphrase saat membuat kode otorisasi coretax system.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Akses Bikin Faktur Diblokir, PKP Bisa Sampaikan Klarifikasi

PKP yang akses pembuatan faktur pajaknya dinonaktifkan memiliki hak menyampaikan klarifikasi.

Dalam PER-19/PJ/2025 telah diperinci ketentuan dan persyaratan bagi PKP untuk mengajukan klarifikasi. Apabila klarifikasi dikabulkan, PKP akan mendapatkan kembali aksesnya untuk membuat faktur pajak.

"Wajib pajak yang akses pembuatan faktur pajaknya dinonaktifkan ... dapat menyampaikan klarifikasi," bunyi Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak PER-19/PJ/2025. (DDTCNews)

PPh Final UMKM 0,5% Bakal Berlaku Tanpa Batas Waktu

Pemerintah berencana menerapkan skema PPh final UMKM sebesar 0,5% tanpa batas waktu, yang berlaku bagi UMKM orang pribadi dan perseroan perorangan.

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengungkapkan pemerintah masih menggodok revisi Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 sebagai payung hukum yang mengatur mengenai skema PPh final UMKM tersebut.

"Pemerintah sedang dalam proses merevisi PP 55/2022 yang antara lain mengatur: PPh Final 0,5% diberlakukan tanpa batas waktu bagi UMKM Orang Pribadi dan UMKM Perseroan Perorangan," ujarnya. (DDTCNews, Kontan)

Paham Akuntansi-Pajak Jadi Syarat Calon Anggota Komite Standar Lapkeu

Pemerintah menetapkan 7 persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon anggota komite pelaksana pada komite standar laporan keuangan. Sesuai dengan ketentuan PP 43/2025, komite standar laporan keuangan terdiri atas komite pelaksana dan komite pengarah.

Syarat yang harus dipenuhi komite standar laporan keuangan tersebut salah satunya memiliki pengetahuan mendalam mengenai akuntansi, paling sedikit mencakup prinsip akuntansi, perpajakan, standar akuntansi internasional, dan peraturan perundang-undangan terkait.

"Komite standar laporan keuangan yang selanjutnya disebut komite standar adalah komite independen yang bertanggung jawab terhadap penyusunan standar laporan keuangan dan standar laporan keuangan syariah," bunyi Pasal 1 angka 13 PP 43/2025. (DDTCNews)

Buat Kode Otorisasi Coretax, WP Perlu Siapkan Passphrase

Kode otorisasi yang dibuat oleh wajib pajak melalui coretax administration system harus dilengkapi dengan passphrase.

Passphrase diperlukan untuk memastikan bahwa orang yang melakukan penandatanganan dokumen secara elektronik menggunakan kode otorisasi memang merupakan orang yang memiliki kode otorisasi tersebut.

"Passphrase adalah kode angka dan huruf yang kita masukkan ketika kita melakukan tanda tangan. Jadi ini cara untuk mengotorisasi bahwa orang yang teken ini orang yang benar, nah diminta passphrase," ujar Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Timon Pieter dalam Podcast Cermati. (DDTCNews)

Mendagri Minta Bantuan BI untuk Digitalisasi Pajak Daerah

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengajak Bank Indonesia (BI) untuk terlibat dalam percepatan digitalisasi pajak daerah.

Tito mengatakan penerimaan pajak daerah tidak optimal karena masih ditemui banyak celah kebocoran. Menurutnya, digitalisasi akan menutup celah kebocoran tersebut sehingga pendapatan asli daerah (PAD) bisa meningkat secara berkelanjutan.

"Saya jujur saja ini memohon Bapak memikirkan seperti mirip QRIS, yaitu ada sistem digitalisasi untuk memungut potensi PAD yang selama ini tidak terpungutkan atau bocor," kata Tito kepada Gubernur BI Perry Warjiyo. (DDTCNews, Kontan, CNBC Indonesia) (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.