JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menegaskan tidak berencana menaikkan tarif pajak pada tahun depan guna mengejar target penerimaan pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (3/9/2025).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan menggencarkan penindakan (enforcement) dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebagai upaya mengoptimalisasi penerimaan negara pada tahun depan.
"Kebutuhan negara dan bangsa begitu banyak maka pendapatan negara terus ditingkatkan tanpa ada kebijakan baru. Sering dari media menyampaikan, seolah-olah upaya untuk meningkatkan pendapatan kita dengan menaikkan pajak, padahal pajaknya tetap sama," katanya.
Untuk diketahui, target penerimaan pajak dalam RAPBN 2026 diusulkan senilai Rp2.357,68 triliun atau naik 7,69% dari target APBN 2025. Sementara itu, pendapatan negara 2026 ditargetkan senilai Rp3.147,7 triliun atau naik 4,75% dari target APBN 2025.
Selain menggencarkan kegiatan enforcement, lanjut Sri Mulyani, pemerintah akan terus meningkatkan pelayanan bagi wajib pajak. Dia meyakini peningkatan enforcement dan pelayanan ini bisa membantu mengejar target penerimaan negara.
"Enforcement dan dari sisi kepatuhan akan dirapikan, ditingkatkan, sehingga mereka yang mampu dan berkewajiban membayar pajak tetap membayar pajak dengan mudah dan patuh. Yang tidak mampu dan lemah, dibantu secara maksimal," tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani mencontohkan pemerintah memberikan keringanan bagi pelaku UMKM. Wajib pajak pelaku UMKM yang omzetnya kurang dari Rp500 juta setahun tidak kena PPh.
Sementara itu, omzet UMKM yang mencapai Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun dikenakan PPh final sebesar 0,5%. Menurutnya, ketentuan ini merupakan kebijakan yang berpihak kepada UMKM.
Selain itu, pemerintah memberikan keringanan di sektor pendidikan dan kesehatan, berupa PPN tidak dipungut. Kemudian, masyarakat yang memperoleh penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) juga tidak dipotong pajak.
"Ini menggambarkan bahwa pendapatan negara tetap dijaga baik, namun pemihakan, gotong royong kepada kelompok yang lemah tetap diberikan," ujar Sri Mulyani.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai PMK terbaru tentang PPN atas penyerahan kuda kavaleri yang ditanggung pemerintah. Ada juga bahasan terkait dengan rencana Kementerian Keuangan mengubah skema bagi hasil PPh Pasal 21 atas karyawan.
Pemerintah akan terus memperkuat kebijakan pengelolaan penerimaan pajak yang ditargetkan mencapai Rp2.357 triliun pada tahun depan. Salah satu kebijakan yang akan dilakukan ialah menciptakan ruang fiskal untuk memberikan berbagai insentif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan insentif yang digelontorkan melalui belanja perpajakan (tax expenditure) merupakan upaya pemerintah untuk menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat.
"Tetap pajak memberikan ruang bagi pemberian insentif untuk menjaga daya beli rakyat, seperti tadi insentif untuk perumahan [PPN DTP rumah], dan berbagai program yang menjadi prioritas seperti hilirisasi," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah memberikan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas penyerahan kuda beserta perlengkapannya kepada Kementerian Pertahanan dan/atau Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pemberian insentif PPN DTP atas penyerahan kuda itu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2025. Merujuk memori pertimbangannya, pemerintah menanggung PPN atas penyerahan kuda untuk mendukung kesiapan alat pertahanan.
“Untuk mendukung kesiapan alat pertahanan…, perlu diberikan fasilitas PPN atas penyerahan hewan khusus tertentu berupa kuda beserta perlengkapan pendukungnya yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2025,” bunyi pertimbangan PMK 61/2025. (DDTCNews/Bisnis.com)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan PMK 63/2025 yang mengatur penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) APBN 2025 untuk pemberian dukungan kepada bank yang menyalurkan pinjaman kepada koperasi desa/kelurahan merah putih (KKMP dan/atau KDMP).
Penggunaan SAL APBN 2025 untuk dukungan pembiayaan KKMP dan/atau KDMP ini sejalan dengan Inpres 9/2025. Pembentukan KKMP dan/atau KDMP diharapkan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan berkelanjutan dan pembangunan dari desa untuk pemerataan ekonomi.
"Pembiayaan koperasi desa/kelurahan merah putih perlu dilakukan melalui sinergi pendanaan antara pemerintah dan perbankan selaku operator investasi pemerintah (OIP)," bunyi salah satu pertimbangan PMK 63/2025. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Presiden Prabowo Subianto menyatakan komitmennya untuk melanjutkan agenda reformasi pajak saat bertemu dengan perwakilan serikat pekerja dalam audiensi di Istana Kepresidenan pada 1 September 2025.
Berdasarkan masukan buruh, reformasi pajak antara lain akan mencakup penghapusan pajak atas penghasilan berupa tunjangan hari raya (THR) serta pencairan pesangon, manfaat pensiun, atau jaminan hari tua (JHT) yang dibayarkan sekaligus.
"Sudah tahu kita THR habis ongkos, masih dipajakin. Pesangon kita kan enggak punya duit, dipajakin. Tabungan kita di Jamsostek JHT, dipajakin. Nah, kami mengusulkan pajak-pajak THR, pajak pesangon, pajak JHT dihapus," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. (DDTCNews)
Pemerintah berencana mengubah mekanisme bagi hasil PPh Pasal 21 yang dipotong dari karyawan. Selama ini, pembagian hasil PPh Pasal 21 ke daerah masih mengacu pada lokasi pemotong pajak. Ke depan, skemanya akan berdasarkan domisili karyawan.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu berharap skema tersebut memberikan keadilan serta menjawab aspirasi anggota DPD yang menghendaki PPh Pasal 21 dibagihasilkan sesuai dengan domisili karyawan.
Dengan demikian, daerah asal karyawan bisa merasakan langsung manfaat dari kontribusi pajak warganya, Namun, dia juga menegaskan bahwa untuk PPh Badan tidak dibagihasilkan. Jadi, pemungut di manapun tidak memengaruhi aspek bagi hasil pajaknya. (Kontan)
Kementerian Keuangan mengeklaim rumah tangga merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menikmati insentif pajak.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyebut belanja perpajakan 2025 diestimasikan menembus Rp530 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp292 triliun atau 55% digelontorkan untuk kebijakan insentif yang menyasar masyarakat luas.
"Insentif perpajakan atau pengeluaran pajak 2025 diestimasikan Rp530 triliun. Dari jumlah tersebut 55% atau Rp292 triliun dinikmati rumah tangga," ujarnya. (DDTCNews)