BERITA PAJAK HARI INI

Sektor Otomotif Rakitan Masih Butuh Insentif Pajak untuk Pulih

Redaksi DDTCNews
Kamis, 28 Agustus 2025 | 07.30 WIB
Sektor Otomotif Rakitan Masih Butuh Insentif Pajak untuk Pulih
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mendorong pemerintah agar kembali menggelontorkan insentif untuk kendaraan bermotor rakitan guna menstimulasi industri otomotif dalam negeri. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (28/8/2025).

Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan pelaku industri tengah menghadapi tantangan penurunan pasar akibat melemahnya daya beli serta kenaikan pajak kendaraan bermotor. Menurutnya, insentif berpotensi memulihkan pasar industri otomotif seperti kala pandemi Covid-19.

"[Pemulihan pasar] dibuktikan lewat kebijakan PPnBM DTP waktu pandemi. Begitu ada pembebasan PPnBM, peminatnya banyak dan ini mampu mendongkrak kondisi industri otomotif nasional kita yang waktu itu tertekan," katanya.

Saat ini, Kukuh menilai pemerintah kurang memberikan dukungan kepada model kendaraan dengan tingkat kandungan lokal tinggi, dan berbasis bahan bakar minyak (BBM) atau internal combustion engine (ICE).

Menurutnya, pemerintah justru lebih banyak memberikan dukungan, termasuk insentif perpajakan, untuk model kendaraan dengan kandungan lokal rendah yang diimpor seperti kendaraan battery electric vehicle (BEV) dalam rangka menarik investasi baru.

Untuk itu, dia menilai pemerintah perlu merilis insentif untuk mobil entry level yang harganya terjangkau di kisaran Rp200 - Rp400 juta karena banyak diminati masyarakat.

Kukuh juga menegaskan pemerintah perlu memperhatikan industri yang sudah ada. Menurutnya, harus ada kebijakan mendukung pertumbuhan industri otomotif yang memproduksi berbagai jenis kendaraan, mulai dari ICE, hybrid electric vehicle (HEV), hingga BEV.

“Pada 2024, total penjualan mobil [hasil produksi industri lokal] hanya 865 juta unit. Nah kita harus hati-hati, jangan dibiarkan terus menurun. Belakangan bahkan muncul isu penjualan mobil Indonesia dikalahkan oleh Malaysia, padahal datanya belum jelas,” tuturnya.

Sementara itu, Peneliti LPEM FEB UI Riyanto memandang program insentif pajak untuk impor BEV dalam keadaan utuh (completely built up/CBU) mampu mendorong penjualan BEV di dalam negeri. Artinya, proses uji pasar BEV berhasil.

Pemerintah memberikan insentif bea masuk 0% dan PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) untuk impor BEV CBU. Tujuannya, membentuk ekosistem kendaraan listrik, serta meningkatkan daya saing investasi dalam menarik minat investasi industri mobil listrik. Insentif ini akan berakhir pada Desember 2025.

Riyanto menilai insentif perpajakan tersebut tak perlu diperpanjang. Sebab, nanti akan menimbulkan ketidakadilan bagi industri, ketidakkonsistenan kebijakan, serta mengganggu iklim investasi dan tidak sesuai dengan tujuan awal, yakni menjadikan Indonesia sebagai basis produksi EV, bukan sebagai pasar saja.

"Sebenarnya pada 2025 harusnya sudah berakhir nyicipnya [insentif untuk uji pasar]. Sudah dikasih waktu, sudah kelihatan nih pasarnya. Bisa meraba bagaimana konsumen Indonesia dalam memilih kendaraan, kecenderungannya seperti apa, sudah terlihat," katanya.

Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai realisasi pajak hingga Juli 2025 yang belum mencapai 50% dari target. Kemudian, terdapat pembahasan tentang Kementerian Dalam Negeri yang mendorong pemda lebih inovatif dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Insentif Perpajakan Impor Kendaraan Listrik Berpotensi Tak Berlanjut

Insentif perpajakan atas impor atau penyerahan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dalam rangka meningkatkan daya saing investasi bakal berakhir tahun ini dan rencananya tidak berlanjut.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Pertahanan Kemenperin Mahardi Tunggul Wicaksono mengatakan insentif pajak kendaraan listrik akan segera berakhir sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Investasi 6/2023 s.t.d.t.d 1/2024. Sebab, hingga saat ini jajaran kabinet tidak melaksanakan pertemuan untuk membahas kelanjutan insentif tersebut.

"Bisa kita asumsikan karena sampai hari ini belum ada diskusi dan pertemuan dengan kementerian/lembaga terkait sehingga insentif ini akan berakhir sesuai regulasi yang ada," ujarnya. (DDTCNews)

Penerimaan Pajak hingga Juli 2025 Belum Sentuh 50% dari Target

Pemerintah melaporkan penerimaan pajak hingga akhir Juli 2025 baru terealisasi senilai Rp989,17 triliun. Data ini diperoleh dari konferensi pers yang digelar KPPN Sidikalang.

Realisasi pajak hingga Juli 2025 setara dengan 45,18% dari target sebesar Rp 2.189,3 triliun. Kinerja penerimaan tersebut juga mengalami kontraksi sebesar 5,37%.

Pemerintah memperkirakan penerimaan pajak pada tahun ini tidak akan mencapai target. Outlook penerimaan pajak sepanjang 2025 senilai Rp2.076,9 triliun atau 94,9% dari target Rp2.189,3 triliun. (Kontan)

DJP Himpun Pajak Ekonomi Digital Rp40 Triliun hingga Juli 2025

Ditjen Pajak (DJP) melaporkan realisasi penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp40,02 triliun hingga 31 Juli 2025.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan penerimaan tersebut berasal atas 4 jenis pajak, yaitu PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), kripto, P2P lending atau fintech, dan pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP).

"Hingga 31 Juli 2025, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp40,02 triliun," ujarnya. (DDTCNews, Kontan, Antara)

PPh 21 Pejabat Ditanggung Pemerintah, Kemenkeu: Masuk Belanja Pajak

Kementerian Keuangan mengategorikan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi pejabat negara sebagai belanja perpajakan.

PPh Pasal 21 DTP bagi pejabat negara dikategorikan sebagai belanja perpajakan mengingat skema membuat pejabat selaku wajib pajak tidak perlu menanggung beban PPh. Namun, estimasi nilai belanja perpajakan akibat PPh Pasal 21 DTP tidak tercantum dalam laporan belanja perpajakan.

"PPh Pasal 21 DTP merupakan deviasi karena wajib pajak yang seharusnya menanggung pajak tidak lagi memiliki beban PPh akibat ditanggung oleh pemerintah," bunyi Laporan Belanja Perpajakan 2023 yang dipublikasikan oleh Kemenkeu. (DDTCNews)

Bukan Kenaikan Tarif, PAD Bisa Meningkat dengan Kemudahan Izin

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengimbau pemda untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan cara mempermudah perizinan berusaha.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan kemudahan perizinan akan memacu peningkatan PAD. Dengan mempermudah perizinan pula, PAD bisa ditingkatkan tanpa perlu meningkatkan tarif.

"Saya mohonlah dengan segala hormat hidupkan dunia usaha, mulai dari mulai perizinannya," ujar Tito. (DDTCNews)

(dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.