JAKARTA, DDTCNews - Presiden Prabowo Subianto memberikan 2 tugas khusus kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yakni meningkatkan penerimaan pajak dan menyempurnakan kebijakan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA).
Tugas itu disampaikan Prabowo saat memanggil Purbaya di kediamannya di Jalan Kertanegara, Jakarta, kemarin. Mengenai tugas yang pertama, Prabowo ternyata menaruh harapan besar kepada menteri keuangan yang baru sebulan dilantik tersebut untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.
"Di bawah kepemimpinan menteri keuangan yang baru, kita berharap terjadi peningkatan pendapatan pajak kita," kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dikutip pada Jumat (17/10/2025).
Prabowo memanggil Purbaya dan menteri lainnya untuk mendengarkan laporan mengenai perkembangan perekonomian terbaru. Kebetulan, Purbaya pada Selasa lalu telah mengumumkan kinerja APBN hingga September 2025 kepada publik, termasuk soal penerimaan pajak.
Hingga September 2025, realisasi penerimaan pajak tercatat senilai Rp1.295,3 triliun. Angka ini turun 4,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Simak Negara Kumpulkan Penerimaan Pajak Rp1.295 Triliun, Turun 4,4 Persen
Realisasi penerimaan pajak tersebut setara dengan 62,4% dari proyeksi (outlook) penerimaan pajak 2025 senilai Rp2.076,9 triliun, atau 59,1% dari target penerimaan pajak pada APBN 2025 senilai Rp2.189,3 triliun.
Penurunan harga batu bara serta kelapa sawit turut menekan penerimaan PPh dan PPN. Meski demikian, penerimaan pajak masih disokong oleh setoran pajak dari sektor manufaktur dan perdagangan.
Di sisi lain, Prabowo meminta Purbaya mengkaji PP 36/2023 s.t.d.d PP 8/2025 yang mewajibkan eksportir menempatkan DHE SDA sebesar 100% selama setahun mulai 1 Maret 2025. Kebijakan ini bertujuan memperkuat ketahanan ekonomi nasional dengan cara menciptakan stabilitas makroekonomi dan pasar keuangan domestik. Simak Prabowo Evaluasi Kebijakan DHE SDA, Hasilnya Tak Menggembirakan?
"Bapak Presiden menghendaki untuk kita terus-menerus melakukan review terhadap peraturan-peraturan yang berkenaan dengan masalah keuangan kita, termasuk tentang aturan devisa hasil ekspor, untuk sekali lagi terus dilakukan penyempurnaan supaya dapat berjalan dengan optimal," ujar Hadi.
Melalui PP 36/2023 s.t.d.d PP 8/2025, pemerintah mengatur kewajiban eksportir menempatkan DHE SDA sebesar 100% selama setahun, dari sebelumnya paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan, mulai 1 Maret 2025.
Ketentuan penempatan DHE SDA 100% selama setahun berlaku untuk sektor pertambangan kecuali minyak dan gas bumi, perkebunan kehutanan, dan perikanan. Sektor minyak dan gas bumi dikecualikan dalam PP 8/2025, sehingga penempatan DHE SDA-nya tetap mengacu pada PP 36/2023, paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan.
Terhadap eksportir yang tidak patuh menempatkan DHE SDA di dalam negeri, bakal disanksi penangguhan layanan atau ekspor berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Blokir layanan kepabeanan ini dapat kembali dibuka apabila eksportir telah melaksanakan ketentuan SDE SDA.
Di sisi lain, PP 8/2025 tidak mengubah pasal yang mengatur fasilitas perpajakan bagi eksportir yang patuh menempatkan DHE SDA di dalam negeri. Pasal ini menyatakan penghasilan atas penempatan DHE SDA dapat diberikan tarif pajak yang lebih rendah, serta eksportir dapat ditetapkan sebagai eksportir bereputasi baik.
Adapun dalam PP 22/2024 kemudian diatur pemberian insentif pajak apabila DHE SDA ditempatkan pada instrumen moneter/keuangan tertentu. Atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang dananya berupa valuta asing atau dikonversi ke rupiah, dikenai PPh final dengan tarif sebesar 0% jika jangka waktu penempatannya lebih dari 6 bulan. (dik)