LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Meramu Smart Tax Incentives di Ibu Kota Nusantara

Redaksi DDTCNews
Rabu, 22 Oktober 2025 | 10.00 WIB
Meramu Smart Tax Incentives di Ibu Kota Nusantara
Joshua Ivan Winaldy Simanungkalit,
Kota Depok, Jawa Barat

IBU Kota Nusantara (IKN) merupakan keniscayaan yang ambisius oleh pemerintah. Karenanya, pemerintah susah payah mengundang investasi ke sana. Insentif pajak pun menjadi salah satu jurus andalan.

Namun, Indonesia dihadapkan persimpangan jalan: tetap perlu menggelontorkan insentif demi menarik pemodal, atau tegas menerapkan pajak minimum global? Kebijakan menyusun insentif pajak kini head to head dengan wacana penerapan pajak minimum global. Ini yang perlu kita cermati.

Pengenaan pajak minimum global ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 (PMK 136/2024) tentang Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional yang dimulai sejak 1 Januari 2025.

Kebijakan perpajakan internasional ini bertujuan untuk menekan persaingan tarif pajak yang tidak sehat (race to the bottom) dengan memberlakukan tarif pajak minimum sebesar 15% kepada perusahaan multinasional yang berpenghasilan global minimal €750 juta di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi.

Angka tarif tersebut digadang-gadang sebagai tonggak komitmen Indonesia dalam menciptakan perpajakan global yang adil dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Di sisi lain, agenda pembangunan IKN sebagai ibu kota paling prestisius dalam sejarah Indonesia masih terus berlanjut. Sebagai episentrum baru pemerintahan nasional, IKN didesain bukan sekadar pusat administrasi tetapi juga sebagai kota masa depan yang mengusung konsep hijau, cerdas, dan inklusif.

Dari sisi pengeluaran, anggaran untuk pembangunan IKN hingga 2028 akan mencapai Rp48,8 triliun (OIKN, 2025). Untuk mewujudkan visi ini, pemerintah menyiapkan serangkaian paket insentif perpajakan yang diyakini mampu menarik investasi di IKN.

Pikat atau Pukat Insentif Pajak

Hingga saat ini, insentif fiskal yang ditawarkan di IKN cukup beragam. Mulai dari pemberian fasilitas tax holiday dalam jangka waktu maksimal 30 tahun bagi investor yang menanamkan modal dengan minimal investasi Rp10 miliar; pajak penghasilan (PPh) final 0% untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); hingga super tax deduction untuk sektor vokasi, riset, dan pengembangan (R&D) serta sumbangan dengan nilai maksimal berturut-turut sebesar 250%, 350%, dan 200%.

Pemerintah meyakini pemberian insentif pajak di IKN mampu memperkuat basis pajak dan mendorong kinerja ekonomi secara menyeluruh. Namun, di lain pihak, pemberian insentif ini akan memicu skema penghindaran pajak sebagai bentuk ambiguitas keputusan pemerintah pada komitmen global dan mengurangi potensi penerimaan pajak.

Evaluasi mendalam diperlukan agar pemberian insentif pajak tidak serta-merta sebagai kebijakan populis, melainkan secara nyata dapat menciptakan nilai tambah ekonomi dan kapasitas fiskal.

Menggagas Smart Tax Incentives

Berdasarkan laporan Investment Policy Monitor (2022), 90 dari 100 negara yang mengadopsi langkah-langkah investasi terkait dengan perpajakan dalam satu dekade terakhir, mengambil kebijakan untuk menurunkan pajak, memperkenalkan insentif pajak baru, dan meningkatkan insentif yang ada. Kebijakan itu bisa menurunkan tarif pajak efektif secara drastis.

Lebih lanjut, hanya sekitar 30% dari seluruh kebijakan investasi negara-negara tersebut, yang diberikan berdasarkan kriteria terukur seperti jumlah investasi, volume lapangan kerja yang dihasilkan, dan lokasi investasi.

Demikian, dengan banyaknya paket insentif pajak saat ini, dibutuhkan adanya konsep insentif pajak yang lebih bijak, sederhana, terukur dengan jelas, dan transparan (smart tax incentives) dengan mempertimbangkan relevansi dan keunggulan komparatif Indonesia, yaitu sumber daya alam dan konsep smart-city dari IKN.

Kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah, pertama, adalah mengkaji ulang efektivitas insentif pajak terkini dan melakukan klasterisasi berdasarkan konsep pembangunan IKN. Masyarakat dan investor perlu mendapat gambaran besar sasaran insentif pajak pada pembangunan IKN.

Pemerintah perlu menyasar penggolongan insentif pajak berdasarkan sektor usaha, terlebih diutamakan pada ekonomi hijau dan ekonomi digital. Dengan demikian, pemerintah dapat memperketat kriteria penerima insentif pajak tanpa mengorbankan target pembangunan yang selaras di IKN.

Kedua, memberlakukan secara tegas kebijakan insentif pajak tunggal (single-tax-incentive). Calon investor, baik di dalam maupun di luar klasterisasi, hanya wajib menerapkan satu jenis insentif pajak sehingga memberikan prinsip keadilan yang jelas.

Selain itu, dapat dimungkinkan konsep atau bentuk lain dari insentif dengan tetap mempertimbangkan komitmen terhadap tarif pajak minimum global seperti pengecualian khusus atau pengurangan/kredit pajak dengan kriteria threshold/besaran tertentu.

Ketiga, pemerintah perlu memperkuat pengawasan yang canggih dan menyediakan platform transparansi untuk mencegah praktik penyalahgunaan insentif pajak.

Untuk itu, Otorita IKN, DJP, dan kementerian/lembaga terkait dapat mempertimbangkan pembentukan tim khusus percepatan insentif fiskal untuk memastikan setiap pemberian insentif tepat sasaran dan menjamin adanya keterbukaan informasi sehingga kepercayaan publik dapat cepat terbangun.

Untuk mencapai target penerimaan pajak yang signifikan dan berkelanjutan, diperlukan strategi investasi yang luar biasa yang menyasar pada pertumbuhan ekonomi.

Meski dinamika ekonomi dan geopolitik masih terus terjadi, pembangunan IKN adalah jawaban dan secercah harapan tersisa dari bangsa ini untuk menunjukkan kedaulatan fiskal kita yang kuat. Demikian, masih ada kesempatan sekali lagi untuk membuktikan diri: IKN menepati janji untuk mewujudkan kemajuan negeri.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.