SINGAPURA, DDTCNews - Rangkaian acara WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme 2025 pada hari keempat, Kamis (2/10/2025), menghadirkan pembahasan menarik mengenai topik dispute avoidance and resolutions.
Topik tersebut dibawakan oleh Jow Lee Ying selaku Senior Lecturer di Nanyang Technology University (NTU) sekaligus Direktur Transfer Pricing EY Singapura. Ada juga narasumber lainnya, Ng Pei San selaku Tax Director yang memimpin cabang transfer pricing and dispute resoultion di Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS).
Kedua pembicara membawakan materi mengenai opsi pencegahan dan penyelesaian sengketa, serta update perkembangan dan tren sengketa khususnya dalam topik transfer pricing di Singapura.
Membuka paparannya, Jow Lee Ying mengungkapkan fakta menarik tentang iklim penyelesaian sengketa di Singapura. Ternyata, sengketa transfer pricing di Singapura hampir sangat jarang ditempuh melalui jalur litigasi. Alasannya, kebanyakan kasus dapat diselesaikan di tahap advanced pricing agreement (APA).
Menurutnya, pendekatan pencegahan sengketa melalui APA lebih disarankan karena lebih memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Hal ini pun, dikonfirmasi oleh Ng Pei San, yang menyatakan bahwa kurangnya tenaga yang secara spesifik ahli di bidang transfer pricing.
“Ketika Anda membawa sengketa (transfer pricing) ke Pengadilan Pajak, saya merasa hakim melihat sengketa transfer pricing berdasarkan sudut pandang orang awam, berdasarkan aturan baku mengenai apa yang lebih masuk akal dalam sudut pandangnya. Sementara transfer pricing bukan merupakan ilmu pasti yang dapat dinilai secara hitam atau putih,” kata Ng Pei San.
Berdasarkan pengalamannya selama 5 tahun dalam pemeriksaan transfer pricing dan 10 tahun sebagai competent authority (CA) yang menangani MAP dan APA, Ng Pei San menyebutkan bahwa salah satu perbedaan antara pemeriksa pajak dengan CA, yaitu pada pendekatannya.
“Pemeriksa pajak sangat mengandalkan technical skills seperti pemahaman peraturan/OECD, analisa model bisnis perusahaan, praktik bisnis lazim, dan lainnya. Sementara, bagi CA tidak hanya mengandalkan technical skills, melainkan juga harus memiliki soft skills mengenai bernegosiasi, berdiplomasi supaya memperoleh kesepakatan yang dapat diterima semua pihak,” katanya.
Selanjutnya, Jow Lee Ying menyampaikan beberapa opsi yang dapat ditempuh wajib pajak untuk mencegah terjadinya sengketa transfer pricing melalui unilateral APA (UAPA), bilateral atau multilateral APA (BAPA). Sementara penyelesaian sengketa yang sudah terjadi dilakukan melalui litigasi dengan otoritas pajak, banding, mutual agreement procedure (MAP), dan arbitrasi.
APA merupakan mekanisme yang dapat digunakan untuk mencegah sengketa transfer pricing di masa depan, dengan cara menyepakati penentuan harga atas transaksi afiliasi yang akan dilakukan oleh wajib pajak selama beberapa tahun. Menurut Jow Lee Ying, APA memberikan kepastian pajak di awal, sehingga wajib pajak dapat fokus untuk menjalankan kegiatan bisnis tanpa khawatir akan diperika oleh otoritas pajak.
APA dapat dilakukan secara unilateral (antara wajib pajak dengan otoritas pajak setempat) dan secara bilateral (antara otoritas pajak dari wajib pajak pemohon APA, serta otoritas pajak lawan transaksi di negara P3B). APA dapat diberlakukan hingga jangka waktu lima tahun, dan memiliki sifat rollback, yang memungkinkan hasil kesepakatan untuk diberlakukan secara mundur pada periode yang sudah terjadi.
Ng Pei San menyampaikan testimoni wajib pajak yang puas atas hasil kesepakatan yang dihasilkannya dari APA, bahkan beberapa wajib pajak di Singapura meminta untuk menambahkan jangka waktu APA. Biasanya, ujar Ng Pei San, jangka waktu APA dapat dilaksanakan sampai 5 tahun, mengingat usaha yang sudah dikerahkan untuk mengajukan APA dan berbagai studi yang dilakukan hingga akhirnya mencapai kesepakatan.
"Bahkan, faktanya di Singapura kami punya long term customer di mana wajib pajak kembali mengajukan APA untuk memperpanjang jangka waktu, dengan demikian wajib pajak terus memperoleh kepastian pajak secara bilateral,” katanya.
MAP merupakan prosedur penyelesaian sengketa yang dipicu atas perlakuan otoritas pajak yang bertentangan dengan tax treaty antar negara atau menyebabkan pemajakan berganda. MAP melibatkan negosiasi antara dua otoritas pajak dari negara yang bersangkutan untuk menyepakati penyelesaian sengketa.
Ng Pei San menyampaikan bahwa dalam hal MAP tidak dapat disepakati oleh para pihak, wajib pajak dapat mengajukan arbitrasi. Proses arbitrasi menghasilkan keputusan yang mengikat bagi kedua negara dengan menggunakan salah satu pendekatan yaitu pendekatan tawaran akhir (baseball approach) atau independent approach.
“Hasil dari proses arbitrasi adalah antara pendekatan final, yaitu arbiter wajib memilih salah satu dari dua posisi dari otoritas pajak (misal memilih posisi yang diajukan oleh negara B atau yang diajukan Singapura). Atau menggunakan pendekatan independen, di mana Arbiter akan mengeluarkan satu opsi baru yang mengikat para pihak (misal menerbitkan posisi di tengah rentang antar kedua otoritas pajak),” katanya.
Terakhir, para pembicara menyampaikan tren serta praktik penyelesaian/mitigasi sengketa yang dijalankan di Singapura, salah satunya yaitu Singapura mulai aktif melaksanakan International Compliance Assurance Program (ICAP).
Jow Lee Ying, menyampaikan bahwa program ICAP merupakan program secara sukarela yang dari wajib pajak (terutama MNE) agar otoritas pajak memberikan penilaian risiko atas transfer pricing yang dijalankan oleh berbagai perusahaan.
“Tujuan utama dari ICAP adalah untuk memberikan penilaian risiko, atas transaksi afiliasi yang dinilai cukup signifikan untuk dinilai risikonya. Hasilnya anda akan diberikan laporan dari berbagai otoritas pajak yang mengikuti program ICAP mengenai hasil penilaian risikonya, sehingga akan mengurangi potensi sengketa transfer pricing bagi MNE,” kata Jow Lee Ying.
Selain itu, kunci untuk mencegah sengketa transfer pricing yaitu dengan mendokumentasikan transaksi afiliasi yang dilakukan secara berkala. Dengan demikian, perusahaan akan memiliki alasan yang kuat untuk menjustifikasi transaksi afiliasi yang dilakukan.
Artikel reportase ini ditulis oleh Specialist DDTC Consulting Tharique Nazhief yang mengikuti WU-TA Advanced Transfer Pricing Programme 2025 di Singapura. Program ini diselenggarakan pada 29 September 2025 hingga 2 Oktober 2025.
Program yang berlangsung selama 4 hari ini digelar oleh the WU Transfer Pricing Center at the Institute for Austrian and International Tax Law at WU (Vienna University of Economics and Business) dan the Tax Academy of Singapore. Kursus diisi oleh profesor dari WU Transfer Pricing Center dan pakar serta praktisi perpajakan di Asia Tenggara.
Selain Tharique, ada 7 profesional DDTC lainnya yang juga mengikuti kursus di Singapura. Keikutsertaan kedelapan profesional pajak dalam kursus mengenai transfer pricing di Singapura tersebut dibiayai sepenuhnya oleh DDTC, sebagai bagian dari pengembangan kapasitas internal perusahaan. Kegiatan ini merupakan bagian dari Human Resource Development Program (HRDP) yang dijalankan oleh DDTC.
Tak cuma DDTC, peserta yang hadir dalam program ini berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari otoritas pajak, praktisi in house dari perusahaan multinasional seperti sektor minyak dan gas dan farmasi, hingga konsultan internasional dari Indonesia, Zambia, Vietnam, dan Malaysia. (sap)