PPh PASAL 22 (1)

Pengertian dan Deretan Pemungutan PPh Pasal 22 (Update 2025)

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 01 Oktober 2025 | 09.00 WIB
Pengertian dan Deretan Pemungutan PPh Pasal 22 (Update 2025)
<p>Ilustrasi.</p>

UNDANG-UNDANG (UU) Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku di Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas. Artinya, PPh dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari mana pun asalnya, yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.

Beragamnya jenis penghasilan yang dikenakan PPh membuat ada berbagai jenis PPh yang berlaku di Indonesia, salah satunya PPh Pasal 22. Pada hakikatnya, PPh Pasal 22 adalah pengenaan PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU PPh.

Definisi PPh Pasal 22

Merujuk Pasal 22 UU PPh, PPh Pasal 22 adalah PPh sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, dan penjualan barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU PPh.

Adapun PPh Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22. Dengan demikian, salah satu karakteristik yang paling mencolok adalah tidak semua pihak bisa melakukan pemungutan PPh Pasal 22 melainkan hanya pihak yang sudah ditetapkan atau ditunjuk.

PPh Pasal 22 pun telah memberikan wewenang kepada menteri keuangan untuk menunjuk pihak tertentu sebagai pemungut PPh Pasal 22. Secara garis besar, ada 3 golongan pihak yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22:

  • bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga‐lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama;
  • badan‐badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Misal, kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen; dan
  • wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Lebih lanjut, Pasal 22 ayat (2) UU PPh menyatakan ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan PPh Pasal 22 diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK).

Sehubungan dengan hal ini, Kementerian Keuangan pun telah menerbitkan sejumlah PMK terkait dengan PPh Pasal 22 yang di antaranya memerinci pihak-pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.

Pemungut PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain

Berdasarkan PMK 51/2025, pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, meliputi:

  • bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas:
  1. impor barang; dan
  2. ekspor komoditas tambang batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh wajib pajak yang terikat dalam perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan dan kontrak karya;
  • instansi pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang, yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan atau mekanisme pembayaran langsung;
  • badan usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya, meliputi:
  1. badan usaha milik negara (BUMN);
  2. badan usaha dan BUMN yang merupakan hasil dari restrukturisasi yang dilakukan oleh pemerintah, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya;
  3. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Indonesia Tbk;
  4. badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
  5. agen tunggal pemegang merek, agen pemegang merek, dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
  6. produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
  7. badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspornya;
  8. badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan;
  9. lembaga jasa keuangan (LJK) penyelenggara kegiatan usaha bulion yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian emas batangan.

Pemungut PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah

Merujuk PMK 253/2008 s.t.d.t.d PMK 92/2019, pemungut PPh Pasal 22 dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Perlu diperhatikan, pihak yang dikenakan PPh Pasal 22 dalam konteks ini adalah pembeli barang sangat mewah bukan penjual. Selain itu, barang yang menjadi objek PPh Pasal 22 dalam konteks ini berbeda dengan barang yang menjadi objek pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Simak Apa Saja Barang Mewah-Sangat Mewah dalam Konteks Pajak?

Pemungut PPh Pasal 22 atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik

Mengacu PMK 37/2025, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atau marketplace yang memenuhi kriteria ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22. PPh Pasal 22 dalam konteks ini dipungut atas penghasilan yang diterima/diperoleh pedagang dalam negeri dengan mekanisme PMSE (merchant pada marketplace tersebut). Simak Jaga Daya Beli, Purbaya Tunda Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Marketplace

Pemungut PPh Pasal 22 atas Penjualan Emas Perhiasan dan/atau Emas Batangan

Berdasarkan PMK 48/2023 s.t.d.d PMK 52/2025, pengusaha emas perhiasan dan/atau pengusaha emas batangan menjadi pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan emas perhiasan dan/atau emas batangan.

Perlu diperhatikan, PPh Pasal 22 tersebut tidak dipungut atas penjualan emas kepada konsumen akhir dan pihak-pihak tertentu. Simak Pengecualian PPh Pasal 22 atas Penjualan Emas Batangan

PPh Pasal 22 atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto

Merujuk PMK 50/2025, pedagang aset keuangan digital menjadi pihak yang ditunjuk untuk memungut PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penjual aset kripto sehubungan dengan transaksi aset kripto.

PPh Pasal 22 atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa Melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah

Berdasarkan PMK 58/2022, marketplace pengadaan atau ritel daring pengadaan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh rekanan (pengusaha yang menyediakan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan).

PPh Pasal 22 atas Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer

Merujuk PMK 6/2021, pemungut PPh Pasal 22 dalam penjualan pulsa dan kartu perdana adalah penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan wajib pajak badan. Hal ini sebagaimana ditegaskan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-18/PJ/2021.

Penyelenggara distribusi tingkat kedua adalah penyelenggara distribusi yang memperoleh pulsa dan kartu perdana dari penyelenggara distribusi tingkat pertama (penyelenggara distribusi yang memperoleh pulsa dan/atau kartu perdana dari pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi).

Namun, tidak semua penjualan pulsa dan kartu perdana dari penyelenggara distribusi tingkat kedua dipungut PPh Pasal 22. Pengecualian itu di antaranya berlaku untuk pembayaran oleh penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi yang jumlahnya masimal Rp2 juta. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.