YOGYAKARTA, DDTCNews – Komisi B DPRD Yogyakarta tengah menelaah potensi pendapatan asli daerah (PAD) 2026. Penelaahan dilakukan karena Yogyakarta dinilai masih sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat.
Komisi B memperkirakan kebijakan efisiensi pemerintah pusat akan terus berlangsung. Oleh karena itu, Komisi B berupaya memikirkan solusi untuk menggenjot PAD. Salah satu solusi yang disodorkan adalah pentingnya data wajib pajak yang valid dan tunggal.
“Kami melihat potensi PAD itu perlu data yang valid mengenai wajib pajak. Data itu seharusnya bersifat tunggal,” kata Sekretaris Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Munazar, dikutip pada Selasa (4/11/2025).
Politisi Partai Golkar itu menyebut ada perbedaan data jumlah wajib pajak pada sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD). Contoh, jumlah wajib pajak hotel dan restoran berdasarkan pada data Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mencapai sekitar 600 wajib pajak.
Namun, Dinas Pariwisata mencatat jumlahnya justru lebih sedikit. Temuan perbedaan data tersebut baru dari sisi wajib pajak hotel dan restoran. Padahal, masih ada data usaha lain yang juga dipungut pajak daerah seperti usaha hiburan, jasa parkir, reklame dan lainnya.
Munazar menekankan perbedaan data pada setiap OPD dapat menyulitkan proyeksi pendapatan daerah. Dengan demikian, upaya untuk menggenjot PAD pun akan sulit dilakukan karena data wajib pajak tidak valid.
“Nah, kali ini kami mempertanyakan kepada DPMPTSP apakah bisa membuat data tunggal? Berapa yang benar-benar mengantongi izin, berapa yang tidak berizin namun tetap beroperasi dan dipungut pajak,” tuturnya.
Data tunggal, lanjut Munazar, sangat krusial bagi Komisi B agar dapat melakukan pengawasan secara intensif. Selain itu, data tunggal juga diperlukan untuk menyusun kebijakan yang tepat sasaran guna peningkatan PAD.
Seperti dilansir bernas.id, Munazar menekankan jika Yogyakarta mandiri secara fiskal maka efisiensi pemerintah pusat tidak akan berdampak signifikan terhadap pembangunan. (rig)
