RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi Biaya Kerugian Selisih Kurs akibat Perjanjian Forward

Redaksi DDTCNews
Jumat, 26 September 2025 | 19.00 WIB
Sengketa Koreksi Biaya Kerugian Selisih Kurs akibat Perjanjian Forward
<p>Ilustrasi.</p>

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa akibat koreksi fiskal positif atas biaya kerugian selisih kurs (exchange loss) dalam perhitungan pajak penghasilan (PPh) badan. Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan perusahaan yang bergerak di sektor pertanian.

Sebagai konteks, dalam melakukan pembelian bahan baku, wajib pajak melakukan perjanjian forward dengan lawan transaksinya yang bertempat di Amerika Serikat. Perjanjian tersebut dilakukan untuk meminimalisasi kerugian akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Akibat perjanjian tersebut, muncul biaya kerugian selisih kurs sebesar Rp1.955.605.147 yang dibebankan wajib pajak sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) dalam perhitungan PPh badan.

Dalam hal ini, otoritas pajak tidak setuju dengan pembebanan biaya kerugian selisih kurs yang dilakukan oleh wajib pajak. Sebab, otoritas pajak tidak dapat meyakini kebenaran bukti dokumen terkait perjanjian forward yang mendasari kerugian tersebut. Dengan begitu, kerugian selisih kurs yang timbul tidak dapat dibebankan sebagai pengurang PPh badan wajib pajak.

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan koreksi otoritas pajak. Wajib pajak berargumen bahwa pihaknya telah menyampaikan dokumen berupa salinan transaction confirmation yang dapat menjadi bukti adanya transaksi forward.

Dengan demikian, kerugian selisih kurs yang timbul dari transaksi tersebut seharusnya dapat dibebankan sebagai pengurang PPh badan wajib pajak.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa koreksi fiskal positif yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT.36871/PP/M.XV/15/2011 tanggal 22 Februari 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 19 Juni 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya koreksi biaya kerugian selisih kurs sebesar Rp1.955.605.147 pada perhitungan PPh Badan Tahun Pajak 2005.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK tidak setuju dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi biaya kerugian selisih kurs sebesar Rp1.955.605.147.

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Termohon PK selaku wajib pajak membeli bahan baku dari perusahaan afiliasi di Amerika Serikat—X Co. Adapun pembayaran atas pembelian tersebut dilakukan beberapa bulan sesudah kesepakatan pembelian.

Untuk meminimalisasi kerugian akibat fluktuasi nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat pembayaran, Termohon PK melakukan perjanjian forward dengan X Co. Perjanjian forward antara kedua pihak tersebut dilakukan dengan menyepakati sejak awal kurs yang akan digunakan pada saat pembayaran nantinya.

Saat pembayaran dilakukan, jika kurs yang berlaku berbeda dengan kurs yang diperjanjikan sebelumnya maka Termohon PK dapat mencatat keuntungan ataupun kerugian akibat selisih kurs. Dalam hal ini, Termohon PK mencatatkan kerugian yang diakui sebagai biaya fiskal dalam penghitungan PKP.

Sengketa ini muncul akibat Pemohon PK selaku otoritas pajak mengoreksi perlakuan biaya tersebut. Menurut Pemohon PK, biaya kerugian selisih kurs Termohon PK tidak dapat diakui sebagai biaya pengurang PKP karena tidak didukung bukti yang jelas. Sebab, Termohon PK tidak dapat memberikan dokumen kontrak perjanjian forward yang mendasari munculnya kerugian selisih kurs.

Dalam hal ini, Termohon PK hanya dapat memberikan dokumen berupa salinan transaction confirmation. Menurut Pemohon PK, dokumen tersebut tidak dapat membuktikan adanya transaksi forward.

Sebab, dalam dokumen tersebut tidak terdapat tanda tangan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian. Lebih lanjut, terdapat kesalahan penulisan nama dalam dokumen tersebut.

Selain itu, Pemohon PK juga menegaskan bahwa dokumen salinan transaction confirmation yang diberikan oleh Termohon PK bukanlah dokumen asli. Namun, hanya berupa salinan yang tidak dapat dibuktikan keabsahannya.

Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukan pihaknya atas biaya kerugian selisih kurs sudah tepat dan dapat dibenarkan. Oleh karenanya, koreksi yang dilakukan tetap dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Sebab, Termohon PK telah memberikan dokumen berupa salinan transaction confirmation, general ledger, dan perhitungan selisih kurs atas perjanjian forward.

Termohon PK menyampaikan bahwa dengan tidak adanya dokumen perjanjian forward maka tidak serta-merta menghilangkan fakta transaksi yang ada. Dalam hal ini, Termohon PK mengacu pada Pasal 1313 KUH Perdata yang mendefinisikan persetujuan sebagai suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

Lantas, dalam konteks pembuktian ada tidaknya perjanjian forward ini, pada dasarnya transaksi yang dilakukan telah memenuhi definisi persetujuan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perbuatan X Co menagih Termohon PK dan perbuatan pembayaran Termohon PK kepada X Co. Berdasarkan uraian tersebut, Termohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak benar sehingga tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Adapun Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar.

Dalam putusan PK ini, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung menilai bahwa koreksi biaya kerugian selisih kurs tahun pajak 2005 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum membayar biaya perkara. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.