MENJELANG akhir tahun pajak, perusahaan seyogianya sudah bersiap melakukan penyusunan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh badan. Apalagi, dirjen pajak telah menerbitkan PER-11/PJ/2025 yang turut memuat ketentuan bentuk, isi, dan tata cara pengisian SPT Tahunan PPh wajib pajak badan.
Alur pengisian SPT yang semula dari lampiran ke induk, telah berubah menjadi dari induk ke lampiran dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu. Jumlah formulir SPT Tahunan PPh badan juga berubah. Simak pula ’DJP: WP Tak Perlu Khawatir Soal Pengisian Lampiran 1A-1L SPT Tahunan’.
Peraturan yang muncul sebagai bagian dari penyesuaian atas pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan itu pada akhirnya menuntut adaptasi dari wajib pajak. Harapannya, aspek administrasi dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan dengan tepat. Simak pula ’Hadir di Bali, DDTC Bekali WP Soal Pelaporan SPT Tahunan Era Coretax’.
Namun, aspek fundamental yang perlu digarisbawahi adalah penyusunan SPT Tahunan PPh badan tidak hanya menuntut kepatuhan administrasi. Substansi tanggung jawab perusahaan tetap sama, yakni memastikan penghitungan pajak dilakukan dengan tepat.
Ketepatan dalam penghitungan tersebut dimulai dari mengidentifikasi seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Wajib pajak perlu membedakan antara penghasilan yang merupakan objek pajak dan yang dikecualikan dari objek pajak sesuai ketentuan UU PPh.
Beberapa jenis penghasilan seperti dividen dari penyertaan saham tertentu, hibah, atau sumbangan yang memenuhi syarat dapat dikecualikan dari pengenaan pajak. Sebaliknya, penghasilan dari penjualan, bunga, atau keuntungan selisih kurs tetap menjadi objek pajak dan wajib dilaporkan.
Setelah klasifikasi penghasilan dilakukan, perusahaan perlu memastikan pencatatan biaya-biaya yang ditanggung. Tidak semua biaya yang dicatat secara komersial dapat menjadi pengurang penghasilan bruto fiskal. Hal ini dikarenakan ada batasan dan pengecualian.
Biaya yang dapat dikurangkan harus memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha untuk memperoleh, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan. Sementara itu, biaya bersifat pribadi, denda administrasi, atau pengeluaran tanpa bukti yang sah tidak dapat diakui secara fiskal.
Dari klasifikasi penghasilan dan biaya itulah proses rekonsiliasi fiskal dilakukan. Rekonsiliasi fiskal bertujuan menyesuaikan perbedaan antara laporan keuangan komersial dan ketentuan pajak. Dengan demikian, perusahaan mendapat nilai laba fiskal dan beban pajak yang sesuai dengan ketentuan.
Tahapan tersebut menjadi kunci untuk memastikan SPT memenuhi unsur kepatuhan sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku. Dengan penghitungan yang tepat dan dokumentasi yang memadai, risiko pajak bahkan sengketa dapat diminimalisasi.
Setelah seluruh penyesuaian dilakukan, perusahaan perlu memastikan konsistensi antara SPT Tahunan PPh badan dan laporan pajak lainnya. Proses ekualisasi dengan SPT Masa PPN serta SPT Masa PPh potong-pungut menjadi langkah penting untuk menjaga keselarasan data.
Selain itu, penghitungan beberapa hal seperti kredit pajak atau kompensasi kerugian fiskal juga harus dilakukan dengan cermat. Ketidaktepatan dalam pengakuan kredit pajak atau perhitungan kompensasi dapat memengaruhi besaran pajak terutang yang dilaporkan.
Seluruh tahapan tersebut perlu untuk dituangkan dalam kertas kerja PPh badan sebagai alat bantu pengisian SPT. Kertas kerja dapat dimanfaatkan untuk menelusuri asal-usul angka dalam SPT sekaligus memastikan dokumentasi pendukung tersedia apabila dilakukan pengujian kepatuhan.
Pada akhirnya, penyusunan SPT Tahunan PPh badan yang benar tidak hanya berkaitan dengan kelengkapan administrasi. Lebih dari itu, setiap angka yang dilaporkan perlu mencerminkan kondisi fiskal sebenarnya agar kepatuhan pajak tetap terjaga di tengah penerapan coretax.
Berbagai aspek dan tahapan terkait dengan pemenuhan kewajiban SPT Tahunan PPh badan yang disebutkan tersebut akan diulas secara komprehensif dalam practical course bertajuk Strategi Persiapan SPT PPh Badan 2025.
Acara akan digelar selama dua hari, pada Rabu dan Kamis, 26–27 November 2025, pukul 09.30–15.30 WIB. Acara akan diadakan secara hybrid. Untuk offline, peserta akan langsung mengikuti exclusive seminar di Menara DDTC, Jakarta. Untuk online, peserta dapat mengikuti acara melalui Zoom.
Adapun acara ini akan menghadirkan para profesional DDTC yang berpengalaman dalam pemenuhan kewajiban pajak (tax compliance). Mereka adalah Manager of DDTC Consulting Erika, Specialist of DDTC Consulting Alfadella Octaviana Duraini, Khansa Mardhia Matovani, Jason Renaldy, dan Muhammad Yusuf Reza Adria.
Adapun topik-topik yang akan dibahas dalam practical course ini antara lain:
Spesial bertepatan dengan momentum keberhasilan DDTC memenangkan Asia-Pacific Tax Innovator of the Year 2025, peserta offline akan mendapatkan buku terbitan DDTC yang bertajuk Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilan Edisi Kedua.
Tak hanya itu, untuk mendukung proses pembelajaran, rekaman pelatihan juga akan tersedia pada dashboard peserta melalui situs web DDTC Academy hingga 30 Januari 2026. Fasilitas ini bertujuan agar peserta dapat meninjau kembali materi yang telah disampaikan dengan optimal.
Fasilitas untuk para peserta seminar offline di Menara DDTC sebagai berikut:
Fasilitas untuk para peserta seminar online melalui Zoom sebagai berikut:
Daftar sekarang untuk mendapatkan harga early bird (berlaku sampai 29 Oktober 2025):
Setelah itu, berlaku harga normal
Jadi, tunggu apalagi? Daftar dan amankan kursi Anda melalui tautan berikut Offline di Menara DDTC atau Online melalui Zoom. Segera, sebelum kursi penuh! Ada kesulitan? Hubungi WhatsApp Hotline DDTC Academy 0812-8393-5151 (Minda), email [email protected], atau melalui akun Instagram DDTC Academy (@ddtcacademy). (sap)