JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) akan turut serta melakukan penegakan hukum atas wajib pajak yang melakukan under invoicing minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan ada 282 wajib pajak yang melakukan under invoicing. Secara terperinci, terdapat 25 wajib pajak yang melakukan under invoicing dengan modus mendeklarasikan CPO atau turunannya sebagai fatty matter.
"Kami deteksi pada 2025 ada sekitar 25 eksportir yang melakukan modus sama. Ini masih dugaan. Dari 25 pelaku itu, total transaksinya sekitar Rp2,08 triliun. Potensi kerugian negara dari sisi pajak kami estimasi sekitar Rp140 miliar," katanya, Kamis (6/11/2025).
Dari 25 wajib pajak dimaksud, 4 wajib pajak di antaranya sudah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan. Keempat wajib pajak dimaksud adalah PT MMS serta 3 afiliasinya, yakni PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN.
Selanjutnya, terdapat 257 wajib pajak lainnya yang melakukan under invoicing dengan modus mendeklarasikan produk CPO sebagai palm oil mill effluent (POME).
Lalu, sebanyak 257 wajib pajak dimaksud melakukan under invoicing pada kurun waktu 2021 hingga 2024 dengan total pemberitahuan ekspor barang (PEB) senilai Rp45,9 triliun.
Perlu diketahui, POME adalah limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi CPO. Harga POME diketahui hanya Rp9.000 hingga Rp11.000 per kilogram, jauh lebih rendah dibandingkan dengan turunan CPO lainnya.
"Kami mendeteksi modus lama pakai POME. Jadi under invoicing sebagai POME, diakui sebagai POME tapi sebenarnya bukan POME. Dari sisi perpajakan ketika kita hitung kembali beban pajak yang harus dibayar ke negara, tentu juga berkurang jauh apabila yang diakui adalah HS Code yang tidak sebenarnya dari barang yang diekspor," ujar Bimo.
DJP mencatat 257 wajib pajak dimaksud juga sedang diinvestigasi oleh Direktorat Penegakan Hukum DJP.
"Kami sudah laporkan kepada Bapak Menteri Keuangan [Purbaya Yudhi Sadewa], setelah ini 282 wajib pajak yang melakukan ekspor serupa akan kami periksa. akan kami bukper, dan akan kami sidik sesuai dengan kecukupan bukti awal," tutur Bimo. (rig)
