JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan Amerika Serikat (AS) berpotensi melakukan retaliasi jika Indonesia ikut menerapkan pajak layanan digital (digital services tax/DST).
Analis Senior Kebijakan Fiskal DJSEF Kementerian Keuangan Melani Dewi Astuti menyebutkan salah satu retaliasi AS ialah mengenakan tarif bea masuk lebih tinggi. Menurutnya, retaliasi itu bakal berdampak negatif terhadap perdagangan dan perekonomian secara keseluruhan.
"Mekanismenya, tarif impornya didobel. Kalau Indonesia menerapkan [DST] berarti Indonesia terancam kena retaliasi AS. Padahal, neraca perdagangan Indonesia dengan AS itu surplus," katanya dalam Seminar Nasional TAXPLORE UI 2025, Kamis (2/10/2025).
Perlu diketahui, Pilar 1: Unified Approach mengatur realokasi hak pemajakan kepada yurisdiksi pasar tanpa mendasarkan pada adanya kehadiran fisik di negara pasar tersebut.
Pilar 1 OECD tersebut bisa berlaku ketika multilateral convention (MLC) diratifikasi oleh 30 negara anggota Inclusive Framework yang merepresentasikan 60% dari grup perusahaan multinasional yang akan dikenakan ketentuan tersebut.
Namun, dalam perkembangannya, AS yang mewakili mayoritas perusahaan multinasional tersebut tidak bersedia menandatangani MLC. Oleh karena itu, kebijakan dalam Pilar 1 belum bisa diterapkan karena tidak mencapai kesepakatan.
Ketika Pilar 1 berlaku, negara-negara yang meratifikasi konsensus global tersebut harus menunda atau tidak boleh menerapkan DST. Karena Pilar 1 tak kunjung diterapkan sampai sekarang, banyak negara yang merancang pemajakan ekonomi digital seperti DST secara unilateral.
"AS ini mewakili 46% wajib pajak yang tercakup Pilar 1. Kalau AS tidak tanda tangan, konsensus tidak bisa diterapkan. Makanya, Pilar 1 ini sampai sekarang belum diterapkan," tutur Melani.
Melani menuturkan Presiden AS Donald Trump tidak sepakat untuk mengadopsi ketentuan dalam Pilar 1 lantaran kebijakan tersebut dianggap diskriminatif terhadap perusahaan-perusahaan raksasa digital asal AS.
Oleh karena itu, AS siap melakukan retaliasi ketika mendapati ada negara yang menerapkan kebijakan pajak yang diskriminatif.
Melani mencontohkan AS melakukan retaliasi terhadap India dan Kanada dikarenakan kedua negara tersebut menerapkan DST secara unilateral. Sebagai balasan, AS mengancam mengenakan tarif impor jumbo kepada dua negara tersebut.
"India menghentikan pungutannya, dan Kanada yang baru memberlakukan DST 1 Januari 2024 kena ancaman retaliasi AS langsung menunda. Kanada sudah kena tarif gede banget. Di Indonesia DST tidak ada, semua negara ASEAN juga tidak ada yang punya," ujar. (rig)